“Rumput Tetangga Lebih Hijau dari Milik Kita Sendiri”

Suatu ketika seorang suami istri berencana membeli rumah, mereka membeli sebidang tanah, tanah itu cukup luas untuk membuat rumah dengan taman di halaman rumahnya.
Mereka berdua berkerja dan berusaha untuk membangun rumah tersebut, sang suami berkerja sebagai pegawai sebuah perusahaan, sedangkan sang istri bekerja sebagai guru sekolah dasar. Mereka berdua berkerja keras bahkan mengambil part time untuk menghasilkan uang tambahan lebih banyak.

Saking sibuknya, mereka berangkat berkerja pagi dan pulang sore hari. Sang istri tetap melayani dan memahami perkerjaan sang suami setelah seharian berkerja diluar. Dan sang suami pun memahami dan mengerti bahwa sang istri pun ikut berjuang untuk membangun tumah impian mereka berdua.

Setelah kurang lebih 9 bulan, sang suami mendapat permasalahan di kantornya. Ia berkerja seharian tetapi atasannya cenderung tak menghargai usahanya. Dan ketika ia pulang kerumah ia terlihat sangat cape, istrinya menghampiri suaminya, ia memberi dukungan pada sang suami. Tetapi mungkin karena masih labil sang suami tak terlalu menghiraukannya.
Lalu, sang istri pun mendapat permasalahan, akan tetapi ia cenderung menutupi masalah itu dari suaminya, karena ia tau suaminya punya masalah yang lebih besar dari masalahnya.

Setahun pun berlalu, rumah yang mereka buat berdua sudah terlihat indah. Tamannya sudah ditumbuhi bunga-bunga. Dan rumputnya pun terlihat hijau, indah sekali.

Beberapa hari kemudian, ada tetangga yang mengisi sebelah rumah, rumah di sebelah sudah jadi. Dengan halaman yang luas dan rumah yang cukup indah. Yang tinggal di sana adalah seorang perempuan muda. Seorang wanita karir. Seumuran dengan suaminya. Terlihat baik wanita itu.

Lambat laun ia berbicara pada sang istri, bahwa betapa indahnya taman di rumah sang istri tersebut.

Sang wanita karir itu sering mengambil beberapa bunga di halaman rumah sang istri dengan alasan, “bunga yang indah ini juga akan ku tanam di halam rumah ku.”

Perlahan sang wanita karir itu mulai merusak beberapa rerumputan yang ada di rumah sang istri. Sang istri bilang pada sang suami, bahwa sang istri tidak nyaman dengan sang wanita karir itu. Karna sang istri menganggap wanita itu usil merusak tamannya.

Sang suami tak terlalu menghiraukan keluhan sang istri, bahkan takjarang sang istri dimarahi karena keluhannya itu.

Minggu perminggu pun berlalu. Sang istri semakin renggang dengan sang suami. Dan sang wanita karir itu pun semakin usil, ia menggoda sang suami. Ia sering mampir ke kantor sang suami ketika jam kerja.

Sang istri pun akhir-akhir itu tak terlalu menmikirkan kehidupan di rumahnya. Ia sibuk dengan part time-nya. Lalu ia tak jarang menginap ke rumah orang tuanya.

Tiga bulan pun berlalu. Kini rumah itu impian itu tak terawat.
Tembok yang tadinya bercatkan warna kombinasi hitam abu dan ungu kini berubah jadi kusam dan kotor. Tamannya pun di tumbuhi bunga liar dan rumputnya pun tinggi.
Di depan pagarnya tertulis papan “DIJUAL”
Rumah impian itu kini tak berarti lagi.


Sepasang suami istri yg dulu punya impian membangun rumah impian mereka dan membina rumah tangga yg bahagia kini hanya tinggal rumah yang kosong dan kotor.

Mereka bercerai. Sang suami menikah lagi dengan sang wanita karir tak lama setelah bercerai dengan sang istri.

Dan sang istri kini hidup menjanda dan tak mau lagi menikah. Ia tinggal di apartement sederhana di tengah kota.

Comments

Popular Posts